Substansi layanan pada sekolah terletak pada layanan proses pembelajaran, baik layanan pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Dan yang paling berperan dalam proses ini adalah guru. Gurulah yang sangat menentukan kualitas layanan di sekolah. Apabila guru mampu menjaga kondusivitas proses pembelajaran, maka sekolah akan dirasa sebagai tempat yang sejuk, tentram, dan nyaman sehingga siwa mampu berpartisipasi secara optimal dalam setiap proses instruksional.
Kesejukan, ketentraman, dan kenyamanan sekolah tidak saja disebabkan karena sekolah yang bersih, indah, asri, rindang, dan tertata rapi, namun karena guru-gurunya yang bersahabat, santun, lebut, sabar, tidak egois, tidak pilih kasih, serta memiliki rasa humor yang tinggi sehingga tidak membuat siswa merasa tegang dan tertekan.
Dengan pelayanan maksimal, maka sudah barang tentu kepuasan para orang tua siswa sebagai pelanggan eksternal (external customer) akan terpenuhi. Hal ini berdapak pada loyalitas para orang tua siswa yang secara turun temurun akan selalu menyekolahkan anaknya pada sekolah yang sama. Semakin baik layanan, sudah barang tentu sekolah akan semakin subur karena jumlah siswa akan semakin bertambah dari tahun ke tahun.
Tetapi sungguh ironis diera demokratis sekarang ini tidak
sedikit guru yang masih bergaya kolonialis dan militeristik dalam
mengajar dan mendidik para siswanya. Mereka bangga apabila ditakuti siswa,
mereka merasa tidak bermartabat kalu tidak dikatakan guru berwibawa. Mereka
telah salah memaknai sebuah kewibawaan. Mereka tidak tahu kalau guru berwibawa
itu adalah guru yang disegani dan disenangi.
Dampak dari keegoan ,tersebut maka mereka cendrung berbuat semena-mena dan bertindak diluar norma yang sangat kontradiktif dengan salah satu kompetensi guru yang dipersyaratkan yaitu kompetensi kepribadian. Mereka cendrung marah ketika siswa menjawab tidak sesuai dengan jawaban guru, cerewet, suasana selalu tegang di setiap proses pembelajaran, suka memperlakukan siswa secara tidak manusiawi dengan cara memukul dan berkata kotor apabila siswa dianggap keliru.
Ketika tindakan-tindakan tidak terpuji tersebut dilakukan
oleh guru maka siswa akan merasa tidak nyaman, kemerdekaan mereka merasa
teramapas, kemandirian menjadi rapuh. Dampak luas dari ketidak mandirian akan
menyebabkan siswa menjadi minder, tidak percaya diri dan menjadi penakut.
Mulailah sekolah dirasa tidak nyaman dan aman lagi. Hari- hari mereka terasa
sudah tidak seperti layaknya seorang siswa. Ketika mereka bertemu guru, mereka
bukanya memberi salam dan berjabat tangan, malah justru sebaliknya, mereka
menghindar seperti halnya seorang tersangka yang menghindari sang polisi.
Ruang kelas serasa bagai dipenjara,
ruang kelas serasa bagai di neraka, ruang kelas terasa sudah tidak aman
dan nyaman lagi sebagai tempat belajar, yang ada hanya ketegangan dan
ketakutan. Ketika proses belajar mengajar berlangsung, siswa bukannya
memperhatikan guru, tetapi mereka hanya menghitung waktu, dari detik ke menit,
dari menit ke jam, sambil menggerutu kapan pelajaran selesai.
Hal ini dikarenakan arogansi dan kesewenang-wenangan
guru terhadap siswanya. Mereka (guru) menganggap dirinya super yang maha tahu
segala-galanya bahkan merasa dirinya The King (Raja) di kelas. Kalau
sudah demikian kondisinya maka siswa akan mulai merasa resah, malas belajar,
mulai suka membolos, dan tidak masuk tampa ijin.
Ahirnya mulailah satu persatu siswa berguguran, satu persatu
siswa meninggalkan sekolahnya (drop out). Ini pertanda awal bencana bagi
sekolah, dimana pada awal tahun pelajaran, siswa banyak mendaftar, tetapi
karena pelayanan yang buruk ahirnya siswa menjadi berkurang bahkan kosong
sehingga sekolah merana tampa
siswa.
Mereka lupa bahwa guru itu tidak hanya sebagai pentrasfer
pengetahuan seperti proses pemindahan file dari satu komputer ke computer lain,
tetapi yang paling utama guru harus mampu merubah prilaku (changing behavior),
guru harus mampu menanamkan nilai-nilai (values) serta mampu membangun karakter
yang terpuji karena tugas utama guru adalah mendidik.
Para siswa yang dihadapi bukanlah benda mati , tetapi
manusia-manusia yang punya rasa dan hati, yang butuh perhatian dan kasih
sayang. Oleh karena itu, sebagai guru professional harus mampu mendidik dan
memperlakukan siswa dengan penuh perhatian dan kasing sayang. Satu lagi yang
sangat pentig untuk direnungkan bahwa guru ada karena adanya siswa, tampa adanya siswa maka gurupun tidak akan pernah ada. maka
patutlah kita berterimakasih kepada siswa, karena siswa, kita bisa bertahan
hidup dan eksis sampai saat ini.
Sebelum penulis mengahiri tulisan ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, ini sekedar opini yang mungkin kondisi tersebut terjadi di sekolah kita, namun semoga tidak. (Zul)-05
0 Komentar