Perubahan adalah satu-satunya yang konstan di era teknologi sekarang ini. Perubahan bisa menjadi sebuah kesempatan dan bisa juga menjadi suatu petaka. Perubahan yang cepat bisa berartipengetahuan dan kompetensi sesorang juga cepat usang, kecuali mau berjuang dan berupaya untuk memperbaharui pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki. Perubahan pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki seseorang harus berbanding lurus dengan perubahan global yang terjadi” Kalu tidak, maka akan tergilas oleh perubahan dan usang dimakan waktu.
Guru sebagai ujung tombak pendidikan yang tugas pokoknya sebagai pendidik haruslah menjadi agen perubahan (Agent of change), dimana pengetahuan (knowledge) dan keterampilannya (competency) harus selalu diperbaharui (di-update) sesuai dengan perkembangan kebutuhan saat ini. Kalau tidak, akan berdampak pada ketidaksesuain antara kebutuhan peserta didik ataupun orang tua siswa sebagai pelanggan (customer) dengan pelayanan yang diberikan.
Peran guru sebagai agen perubahan (agent of change), bukan saja diharapkan berfokus kepada layanan belajar di sekolah namun lebih dari itu, guru harus mampu membangkitkan semangat seluruh anak bangsa untuk membebasan bangsa ini dari keterpurukan ekonomi yang salah satunya disebabkan oleh ulah para koruptor, rendahnya mutu pendidikan akibat masih lemahnya pengelolaan , degradasi moral anak bangsa akibat pengaruh budaya luar yang tidak sesuai dengan kearifan budaya lokal seperti pergaulan bebas, keberutalan genk motor dan berbagai persoalan lain yang sangat rumit untuk dipecahkan..
Memang tugas berat tersebut bukanlah di pundak guru semata, namun guru jelas menjadi motor penggerak bagi perjuangan perubahan. Anak bangsa haruslah segera diselamatkan, dan itu bisa dicapai bukan saja melalui peningkatan daya pikir, namun yang terpenting adalah peningkatan daya qalbu (values). Oleh karena itu, peran guru sudah seharusnya tidak lagi hanya berorientasi pada peningkatan hasil sesaat (output) berupa angka-angka atau nilai raport dan nilai ujian nasional (UN) yang belum tentu bisa membawa perubahan bangsa ini, tetapi para guru harus lebih berfokus pada peningkatan hasil yang lebih bersifat implementatif (outcome) yang tentunya berlandaskan kepribadian yang kuat, hati nurani, dan kearifan yang didukung dengan daya nalar dan naluri untuk memahami dan melaksanakan secara menyeluruh “satu ayat” ilmu (pengetahuan) yang diketahuinya ( Wakhid Slamet Ciptono, Ph.D.)
Sungguh, perubahan ke arah positif bukan pekerjaan yang mudah. Arus informasi dan budaya luar bisa menjadi tantangan yang tak mudah dihadapi. Untuk itu dibutuhkan guru yang berkuailitas yaitu guru yang profesional, berkepribadian yang matang, memiliki kepribadian yang religius, serta dedikasi yang tinggi. Sebagai agen pembaharuan, guru berkualitas menurutPeter G. Beidler dalam Tulus Tu’u (2002), antara lain; (1) Selalu belajar dan membaca untuk mencari kesuksesan dan menolong yang belajar, (2) Berani ambil resiko karena ada tujuan dan berusaha mencapainya, (3) Sikap positif, bangga dengan profesi, tidak merendahkan diri dan profesinya, (4) Kerja keras dan menggunakan waktu untuk persiapan dan layanan pembelajaran, (5) Pembelajaran adalah tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan baik, (6) Membuat yang belajar percaya diri, (7) Mendorong yang belajar terus maju dan berkembang, (8) Memotivasi yang belajar untuk mandiri, dan (9) Mendengarkan, bukan hanya mendengar.
Tentunya untuk menjadi guru yang berkualitas haruslah guru yang pro pada perubahan (change). Perubahan tentunya akan bisa dicapai, apabila didasari dengan perubahan pola pikir (mind-set) yaitu perubahan dari pola pikir statis ke pola pikir dinamis. Perubahan pola pikir juga tidak cukup apabila tidak diiringi dengan perubahan pola hati (heart-set) yaitu kesadaran hati yang tulus. Hati merupakan pusat dan inti manusia. Hati adalah pusat kemauan untuk berbuat dan bertindak. Dengan kemauan hati yang tulus tentunya mampu merubah pola tindakan (action-set), dari bukan saja pandai menyampaikan konsep-konsep brilian tetapi mampu mengimplementasikan konsep-konsep tersebut secara cermat dan tepat.
Rhenald Kasali mengemukakan perlunya mengintegrasikan persepsi dan realitas untuk menghadapi tantangan perubahan dan globalisasi. Dengan pengintegrasian perubahan persepsi (pola pikir) dan perubahan realitas serta didukung oleh figur guru yang berorientasi pada tindakan (action), maka pendidikan akan menjadi organisasi yang inovatif dan sukses. Organisasi yang inovatif dan sukses selalu berupaya secara berkesinambungan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, selalu mengeksplorasi realitas-realitas baru, mengembangkan evaluasi diri dan umpan balik positif ( positive feedback) sebagai dasar perbaikan yang berkelanjutan (sustainable improvement), Dengan demikian, semua orang akan menikmati dan merasa nyaman dengan perubahan (sense of belonging about changes), dan lokomotif perubahanpun siap melaju cepat menuju kemenangan (championship) atau menuju tujuan dari perubahan itu sendiri (destination of change)
0 Komentar